Anjuran "Amanahkan Zakat Kepada Ahlihnya" ditulis dengan menggunakan huruf besar pada spanduk Badan Amil Zakat (BAZ) yang dipasang BAZ Jatim di beberapa tempat, agaknya menyadarkan kita bahwa sebenarnya di Tanah Air ini telah ada sejumlah lembaga yang aman dan tepat untuk menyalurkan zakat fitrah maupun maal.

Memasuki minggu ketiga bulan puasa Ramadhan, mulai banyak spanduk dan brosur imbauan bagi warga Muslim agar menyalurkan zakat pada lembaga-lembaga resmi yang ada untuk dikelola secara profesional dan disalurkan ke mereka yang berhak menerimanya.

Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

Hakikat zakat, Rukun Islam ketiga itu, memberikan kesempatan kepada orang lain yang mengalami kekurangan untuk bisa hidup layak. Kewajiban ini tertulis di dalam Al Quran. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad SAW melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.

Di Tanah Air, tumbuh beberapa lembaga amil zakat yang bersedia menampung zakat umat Islam untuk dikelola secara profesional dan kembali disalurkan secara benar kepada mereka yang berhak, di antaranya orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit utang dan tidak mampu membayar.

Seandainya umat Islam yang ada di Tanah Air ini mau menyalurkan zakat yang wajib mereka keluarkan itu pada lembaga-lembaga resmi yang pengelolaan dan pengalokasian dananya terstruktur jelas dan transparan, maka tidak menutup kemungkinan kesejahteraan rakyat bisa teratasi, baik dari segi pangan, papan dan sandang, mengingat jumlah nominal zakat yang dikumpulkan tidak sedikit.

Sebenarnya sudah banyak contoh sukses lembaga pengelola zakat yang mempekerjakan tenaga-tenaga profesional dalam mengelola dana zakat itu, namun masih banyak pula warga yang ingin membagikan zakatnya secara langsung kepada fakir miskin, bahkan beberapa kali terulang tragedi memilukan. Mengapa?

Masihkah masyarakat tidak percaya dengan lembaga-lembaga yang ada yang telah profesional menanganinya untuk memberdayakan masyarakat miskin?

Selain mempertontonkan wajah kemiskinan, karena banyaknya jumlah orang mengantre untuk mendapatkannya, dana zakat yang langsung dibagikan kepada fakir miskin juga dinilai kurang tepat karena dana itu dimanfaatkan hanya seketika itu langsung habis, tapi akan lain halnya bila diserahkan kepada lembaga-lembaga profesional. Dana tersebut akan dikelola dengan pengalokasian secara tepat.

Untuk memupus ketidakpercayaan para muzakki (pembayar zakat) maka lembaga-lembaga resmi yang ahli menangani zakat hendaknya menunjukkan keseriusannya dan meyakinkan para muzakki bahwa zakat yang mereka amanahkan akan benar-benar sampai kepada mustahiq (penerima zakat) yang berhak dan tepat penggunaannya untuk pemberdayaan warga kurang mampu, baik dalam kesempatan menempuh pendidikan tinggi, membuka lapangan kerja melalui dana bergulir, maupun penyediaan sandang dan papan, seperti bedah rumah petani, nelayan, penyandang cacat, jompo, dan sebagainya.

Sosialisasi secara rutin para pengelola zakat harus terus dilakukan kepada masyarakat dan tetap bisa menunjukkan secara transparan pengalokasian dana tersebut dan ada testimoni bila diperlukan sehingga menutup keraguan mereka yang mengamanahkannya.

Pengelolaan dana zakat secara profesional tidak menutup kemungkinan akan mewujudkan berkurangnya jumlah warga miskin dan satu tantangan bagi pengelola zakat untuk membalikkan kondisi dari mereka yang dulu mengantre meminta zakat bisa berbalik menjadi muzakki, bukankan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah ?

Dan tidak boleh dilupakan pula bahwa imam (pemerintah), wakilnya, atau penerima zakat (mustahiq) akan mendoakan pembayar zakat (muzakki) ketika menyalurkan zakatnya. Doa ini sesungguhnya merupakan bentuk syukur (terima kasih) atas kebaikan yang sampai melalui tangan para mustahiq. (*)