Translate

Sabtu, 29 September 2012

Subkontraktor Tak Dibayar, Pembangunan Pasar Besar Tuban Dihentikan

helo Tuban  - Terhitung sudah 10 tahun keberadaan pembangunan Pasar Besar Tuban (PBT) yang berada di Kelurahan Perbon, Kota Tuban masih belum bisa diselesaikan.

Pasalnya kontraktor dari pembangunan pasar besar itu belum melunasi pembayaran terhadap sub kontraktor yang mengerjakan pasar tersebut.

Sedikitnya 5 Cv yang menjadi sub kontraktor yang mengerjakan pembangunan pasar besar tersebut melakukan aksi unjuk rasa dengan menduduki pembangunan pasar tersebut.

Mereka menuntut kepada pihak PT Hutama Karya (HK) yang menjadi kontraktor utama dalam pembangunan pasar itu untuk melakukan pembanyaran uang yang masih belum terbayar, Jumat (28/09/2012). "Kita meminta kepada PT Hutama Karya untuk membayar semua tanggunangannya kepada kami, selama kami belum terbayar pembangunan belum bisa dilanjutkan," terang Sedan Margono, yang merupakan sub kontraktor yang mengerjakan pasar tersebut.

Margono menyatakan, selama ini tunggakan yang belum dibayar oleh PT Hutama Karya kepada 5 CV yang menjadi Sub kontraktor dalam pembangunan tersebut nilainya mencapai Rp 1,9 milyar. Dan itu sudah terhitung sejak tahun 2002 yang lalu. "Jumlah itu belum termasuk yang blok A dan blok B yang di kerjakan oleh Subkon dari luar Tuban. Kami meminta supaya segera dilakukan pembayaran, selama ini pihak PT HK hanya berjanji-janji saja," sambungnya.

Lima CV yang menjadi sub kontraktor dalam pembangunan Pasar Besar Tuban (PBT) yang belum terbayar tersebut adalah CV Bara Sakti, CV Bumi Tuban Jaya, CV Nusantara Putra, CV Putra Bengawan dan CV Mega Jaya. Mereka dalam waktu dekat akan mengadukan permasalahan tersebut kepada Pemkab Tuban dan DPRD Tuban

Kecewa, Pembeli Lapak Ancam Bakar Bangunan PBT

helo Tuban  - Sekitar 1.400 pedagang yang mengaku telah membeli lapak dan toko di Pasar Besar Tuban (PBT) mengaku kecewa atas mangkraknya pembangunan lanjutan pasar tersebut.

Pasalnya, dari 1.400 pembeli yang 55 persen telah melunasi pembayaran dan 44 persen masih taraf uang muka, mengaku sangat kecewa lantaran selama 10 tahun hanya menunggu kabar kapan lapak mereka bisa ditempati karena pembangunan yang tak kunjung kelar.

"Kalau memang pembangunan tidak bisa dilanjutkan karena kontraktor tidak punya uang, maka kami siap untuk membakar bangunan yang ada. Biar kita rugi sekalian dari pada tidak ada kejelasan," ujar Margono, salah satu pembeli kios di PBT itu, Jumat (28/9/2012).

Para pembeli mengaku, pada tahun 2001 dan 2002 lalu setiap kios di PBT dijual dengan harga Rp 5.200.000 dan untuk Los yang berukuran 2X2 meter, dijual dengan harga Rp 4.400.000.

"Total uang yang telah didapatkan oleh kontraktor senilai Rp 5,5 milyar, namun sampai saat ini pasar masih mangkrak," lanjut Margono, yang membeli 2 los di PBT.

Kini, mereka berharap pemerintah daerah juga ikut bertangungjawab atas permasalahan mangkraknya pembangunan pasar tersebut. Pasalnya para pembeli yakin untuk beli los dan kios di PBT itu karena awalnya juga diyakinkan oleh pihak pemerintah Kabupaten Tuban.

Dua anak Indonesia akan jadi maskot Liverpool

Anak Indonesia Akan Jadi Maskot Liverpool

Dua anak Indonesia akan jadi maskot Liverpool pada satu pertandingan di Stadion Anfield pada April-Mei 2013. Dua anak itu dipilih dari anak ataupun keluarga nasabah Standard Chartered Bank (SCB) Indonesia yang menyelenggarakan program undian "LFC Dream Mascot" sejak 24 September hingga 24 Desember 2012.

"Ini merupakan pengalaman yang jelas tak bisa dinilai dengan uang," kata Head of Consumer Banking SCB Indonesia Sajidur Rahman di Jakarta, baru-baru ini. Menurut Sajidur, program tersebut menjadi bentuk apresiasi kepada nasabah dan keluarga agar mereka dapat merasakan pengalaman menyaksikan langsung laga Liverpool dan menjadikan putra atau putri mereka sebagai maskot skuat.

Sementara itu, Liverpool Sponsorship Manager dari SCB, Mark Davies menyebutkan kesempatan menjadi maskot LFC cukup langka dan tidak semua orang bisa mendapatkannya. Bahkan, kata dia, dari beberapa cabang SCB di Asia yang juga melakukan kampanye program berkaitan dengan Liverpool, hanya Indonesia yang menawarkan kesempatan menjadi maskot tim.

"Sejauh ini baru nasabah Indonesia yang memiliki kesempatan menjadikan anak-anaknya tampil sebagai maskot di Anfield," ujar Mark Davies. Ia juga menyebutkan bahwa program serupa yang menggandeng Liverpool banyak berhasil dalam meningkatkan transaksi di SCB di Asia.

Head of Secured Loan & CBT SCB Indonesia Jo Wijaya mengatakan pihaknya menargetkan ada penghimpunan dana dari transaksi seaktif mungkin dengan dilakukannya kampanye tersebut. "Bukan hanya penghimpunan dana, kami membayangkan bagaiamana memberikan rewards yang nilainya tak bisa dibeli dengan uang," 

Kegiatan Bung Karno Kala G30S/PKI versi Pengawal




TEMPO.COJakarta- Letnan Kolonel Polisi(Pur.) Mangil Martowidjojo merupakan eks Komandan Detasemen Kawal Pribadi dari Resimen Cakrabirawa. Kala kejadian penculikan serta pembunuhan tujuh jenderal revolusi, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965, Mangil tengah bertugas mengawal Presiden Soekarno. Dalam Majalah Tempo edisi 6 Oktober 1984, berjudul Kisah-kisah Oktober 1965, Mangil membuka lagi ingatannya akan hari berdarah itu.

Pada 30 September 1965 malam, kata Mangil, Presiden Soekarno atau Bung Karno beragenda memberikan sambutan pertemuan Persatuan Insinyur Indonesia, di Senayan. Biasanya, di acara serupa banyak pejabat yang datang serta duduk pada bangku penting atau very important person (VIP). Tapi tidak begitu dengan Kamis malam itu. Tidak sedikit kursi VIP melompong. ”Bapak (Soekarno) kelihatan agak kecewa melihat itu,” kata Mangil.

Sekitar pukul 23.00, Bung Karno kembali ke Istana Merdeka. Dia mengganti baju kepresidenan dengan kemeja lengan pendek putih, celana abu, tanpa kopiah. Tak lama waktu yang ia perlukan. Hanya 20 menit, kemudian Bung Karno keluar Istana. Menggunakan mobil Chrysler hitam, berplat B 4747, Bung Karno melaju ke Hotel Indonesia. Di sana ia menjemput istrinya, Ratna Sari Dewi Soekarno.

“Bapak tetap di mobil. Ajudannya, Suparto yang menjemput menjemput Ibu Dewi,” kata Mangil. Dari Hotel Indonesia, mobil berjalan ke Wisma Yaso, kini Museum Satria Mandala di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Hari berganti. Pada 1 Oktober 1965, sekitar pukul 05.15, Mangil menerima telepon dari satu anggota Detasemen Kawal Pribadi yang bertugas di Wisma Yaso. Laporan si petugas, “Hubungan telepon keluar Istana diputus Telkom atas perintah militer.”

Mendapat kabar itu, Mangil bergegas pergi ke Wisma Yaso. Dalam waktu setengah jam ia sudah tiba di sana. Dan sekira jam 06.00, Mangil mendapat berita rumah Jenderal Abdul Haris Nasution dan Leimena ditembaki. 30 menit berlalu, Bung Karno keluar dari kamar. Ia masih mengenakan baju lengan pendek dan tanpa kopiah. “Bapak rupanya sudah dilapori soal penembakan itu,” ujar Mangil.

Kepada Mangil, Bung Karno meminta detail peristiwanya. Tapi yang ditanya tidak bisa menjawab. Pernyataan itu membuat Soekarno berang. Kemudian dia meminta saran apa yang harus dilakukannya. "Menurut kamu sebaiknya bagaimana?" kata Mangil menirukan pertanyaan Bung Karno. Mangil memberi saran Soekarno tetap tinggal di Wisma Yaso, “Atau pindah ke Istana." Atas saran Mangil, Soekarno pun beranjak ke Istana. Mereka berangkat dengan konvoi dan pengamanan ketat.

TEMUKAN PASANGAN MU, KLIK DISINI