Translate

Sabtu, 09 Juni 2012

Mesjid AGUNG (Jami’)


 Mesjid Raya Tuban dibangun th.1894, pada waktu pemerintahan Raden Tumenggung Koessoemodigdo
(Bupati Tuban ke XXXV). Arsitek mesjid Jami tersebut berkebangsaan Belanda bernama
H.M.Toxopeus (.Pada salah satu sudut bangunan mesjid tersebut terdapat batu pualam yang diatasnya tertulis: Batoe pertama dari inie missigit dipasang pada hari Ahad tanggal 29 Yulie 1894, oleh Raden Toemenggoeng Boepati Toeban. Ini terbikin oleh toewan Opzichter B.O.W. H.M. TOXOPEUS. Opzichter = pengawas. B.O.W. = Burgerlijke Openbare Werken (Dinas Pekerjaan
Umum, jaman Belanda) Sebagaimana biasanya mesjid ini terletak di sebelah Barat alun-alun. Sunan Bonang
yang merupakan salah satu dari Walisongo, sudah berdakwah di daerah sekitar Tuban sejak akhir abad
ke 14, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Jadi diperkirakan agama Islam sudah masuk ke Tuban
pada abad ke 14. Mesjid ini merupakan salah satu mesjid yang terbesar dan termegah di Jawa Timur
sebelum kemerdekaan th. 1945. Sejak th. 2000, mesjid raya Tuban di pugar total  dan
sekaligus merupakan rencana revitaslisasi alun-alun serta bangunan disekitarnya. Sekarang mesjid ini
kembali merupakan salah satu mesjid yang termegah di Jawa Timur.




sejarah Tuban





Sekilas sejarah  Tuban
Sejarah pemerintahan diawali pada jaman Majapahit, tepatnya ketika peristiwa agung Pelantikan Ronggolawe untuk menjadi Adipati Tuban yang pertama oleh yang mulia Raja Majapahit Raden Wijaya.
Kabupaten Tuban yang terletak dipesisir pantai utara pulau Jawa, adalah salah satu kota yang memiliki nilai sejarah di  Jawa Timur, baik dari segi pemerintahan kerajaan maupun sejarah pengembangan agama Islam di Indonesia khususnya ditanah Jawa.
Sejarah pemerintahan diawali pada jaman pemerintahan kerajaan Majapahit, tepatnya ketika peristiwa agung Pelantikan Ronggolawe untuk menjadi Adipati Tuban yang pertama oleh yang mulia Raja Majapahit Raden Wijaya yang dilakukan pada 2 November  1293 yang pada akhirnya oleh pemerintah daerah kabupaten Tuban ditetapkan sebagai Harai Jadi Tuban. Sedangkan sejarah pengembangan agama Islam diawali  oleh kepeloporan Sunan Bonang dan murid kesayangannya ( Sunan Kalijaga) yang asli putra Tuban, sekitar abad ke 13.

TUBAN, SEJARAH DAN LEGENDA



Nama ‘Tuban’ berasal dari sebuah sumber air tawar yang ditemukan di tempat tersebut (.Letaknya sumber air bersih tersebut berjarak kurang lebih 10 m  dekat pantai, tapi sumur (sumber air) tersebut tetap tawar dan segar) Peristiwa ini membuat orang menamakannya ‘me(tu) (ban)yu” (keluar air). Sehingga tempat tersebut kemudian dinamakan Tuban ( Sumber lain tentang sejarah dan legenda tentang kota Tuban lihat: Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku: Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.)
. Dulunya Tuban bernama Kambang Putih (. Nama ini didapat dari daratan Tuban, yang kalau dilihat dari arah laut, seolah-olah seperti batu putih yang terapung (watu kambang putih dalam bahasa Jawa). Sumber ini didapat dari buku : Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban)  Sudah sejak abad ke-11 sampai 15 dalam berita-berita para penulis China (pada jaman dinasti Song Selatan 1127-1279 dan dinasti Yuan (Mongol) 1271-1368 sampai jaman dinasti Ming th.1368-1644 ( Laporan Ma Huan yang mengiringi Cheng Ho dalam pelayaran ke 3 (1413-1415), mencatat bahwa kalau orang Cina pergi ke Jawa, kapal-kapal lebih dulu sampai ke Tuban, baru kemudian meneruskan perjalanannya ke Gresik, kemudian dilanjutkan ke Surabaya, baru dari sana menuju ke pusat kerajaan Majapahit (di daerah sekitar Mojokerto sekarang) dengan memakai perahu kecil lewat sungai Brantas. (dikutip dari :Ying Yai Sheng Lan dalam buku Nusa Jawa, Denys Lombard Jilid 3)
, Tuban disebut sebagai salah satu kota pelabuhan utama di pantai Utara Jawa yang kaya dan banyak penduduk Tionghoanya. Orang Cina menyebut Tuban dengan nama Duban atau nama lainnya adalah Chumin. Pasukan Cina- Mongolia (tentara Tatar), yang pada th. 1292 datang menyerang Jawa bagian Timur (kejadian yang
menyebabkan berdirinya kerajaan Majapahit) mendarat di pantai Tuban. Dari sana pulalah sisa-sisa
tentaranya kemudian meninggalkan P.Jawa untuk kembali ke negaranya (Pada awal abad ke 21 ini, tepatnya pada tgl. 24 Juli 2005, telah ditanda tangani pembangunan kilang minyak di Tuban oleh China Petrochemical Corporation, dengan Pertamina, untuk membangun kilang minyak berkapastas 150.000-200.000 barel perhari. Jadi orang Cina datang lagi ke Tuban pada awal 21 ) (Graaf, 1985:164). Tapi sejak
abad ke 15 dan 16 kapal-kapal dagang yang berukuran sedang saja sudah terpaksa membuang sauh di laut yang cukup jauh dari garis pantai. Sesudah abad ke 16 itu memang pantai Tuban menjadi dangkal oleh endapan lumpur. Keadaan geografis seperti ini membuat kota Tuban dalam perjalanan sejarah selanjutnya sudah tidak menjadi kota pelabuhan yang penting lagi (Graaf, 1985:163).
Untuk mengurangi kesimpang siuran tentang hari jadi kota Tuban Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Tuban (waktu itu dijabat Drs. Djoewahiri Martoprawiro), menetapkan tanggal 12 Nopember 1293 sebagai hari jadi kota Tuban7. Panitia kecil yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
Tuban waktu itu memberi alasan bahwa ditetapkannya tanggal tersebut karena bertepatan dengan diangkatnya Ronggolawe sebagai Adipati Tuban. Ronggolawe dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Tuban, dan dianggap sebagai Bupati pertama Tuban.( Ketetapan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban Nomor 155 tahun 1987, Tentang Penetapan Hari Jadi Tuban. Ketetapan tersebut dihasilkan atas rekomendasi dari suatu tim peneliti Hari Jadi Kota Tuban yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban Nomor: 90 tanggal 11 Juni 1986). (Ronggolawe adalah Bupati Tuban yang kedua. Cerita tentang Ronggolawe sebagai Bupati Tuban, lihat Prof. Dr. Slamet Muljana (2005a), dalam buku: Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit) hal. 213-217)
Seperti halnya dengan kota-kota lain di Jawa pada umumnya sumber sejarah kota Tuban sangat sulit didapat. Bahan tulisan yang ada penuh dengan campuran antara sejarah dan legenda. Buku “Babad
Tuban” yang ditulis oleh Tan Khoen Swie (1936), yang diteliti oleh De Graaf, disebut sebagai salah satu
sumber sejarah Tuban. Tapi buku tersebut lebih memuat tentang masalah pemerintahan serta pergantian penguasa di Tuban, sedang bentuk phisik kotanya hampir tidak disinggung sama sekali (.Terdapat sedikit keterangan tentang keadaan phisik kota Tuban sekitar th. 1598 dan 1599, yaitu waktu pemerintahan Bupati Tuban Pangeran Dalem dimana pada waktu pemerintahannya dibangun mesjid besar di Tuban dan bangunan pertahanan yang disebut sebagai “Guwa Barbar”.Berkat adanya gua pertahanan ini berhasil menghalau dua kali serangan dari daerah pedalaman yang dipimpimpin oleh satuan-satuan tentara Mataram (Graaf, 1985:170). Menurut penulis ada kemungkinan yang dimaksud dengan Guwa Barbar itu sekarang adalah “Guwa Akbar” yang baru ditemukan terletak dibawah lokasi yang digunakan sebagai pasar di Tuban)
Berita catatan tentang bentuk phisik kota Tuban secara samar-samar didapat dari berita kapal Belanda yang mendarat di Tuban yang dipimpin oleh Laksamana muda Van Warwijck (Tweede Schipvaert) pada
bulan Januari th. 1599. Dalam berita itu disebutkan bahwa orang Belanda terkesan sekali oleh kemegahan Keraton Tuban (Graaf, 1985:170). Selain itu juga terdapat gambar dari alun-alun Tuban10 pada abad ke 16, waktu diadakan latihan Senenan

Kelenteng KWAN SING BIO dan TJOE LING KIONG


Bagi orang Tionghoa Kelenteng bukan sekedar tempat ibadah, tapi juga sebagai tempat interaksi
sosial, serta ekonomi (Pada setiap kelenteng pasti terdapat altar tempat pemujaan. Pada kelenteng yang besar bahkan terdapat lebih dari satu altar yaitu altar utama dan altar pendamping. Diatas altar utama inilah diletakkan patung dari dewa utama yang dipuja pada kelenteng tesebut.Jadi dari patung utama inilah kita mengetahui kepada siapa kelenteng tersebut dipersembahkan. Pada kota-kota pelabuhan di
Asia Tenggara umumnya kelenteng dipersembahkan kepada dewa keselamatan atau dewa pelaut yang dinamakan ‘Tianhou’ atau dalam bahasa setempat terkenal dengan sebutan Makco.
Kelenteng Tjoe Ling Kiong di Jl. P. Sudirman no.104, Tuban juga dipersembahkan kepada dewa ‘Tianhou’ ini. Dari buku : Chinese Epigraphic Material in Indonesia dari Wofgang Franke (1996),
dapat diketahui bahwa kelenteng di Indonesia juga digunakan
 Permukiman Tionghoa di Tuban sudah ada sejak lama seperti di tulis oleh Levathes (1994:184):
As early as the tenth century, Chinese refugees, mainly from Guangdong and Fujian
provinces, settled in Java. An as we seen, in the early of fifteenth century, Zheng He (Cheng Ho) found large settlement of Chinese in Gresik, Tuban, and Majapahit on Java’s north coast…..”
Orang Tionghoa menyebut Tuban sebagai ‘Duban’ atau ‘Chumin’. Ma Huan pengelana bangsa
Tionghoa (1433), mengatakan bahwa di Tuban waktu itu sudah terdapat permukiman orang Tionghoa yang berasal dari propinsi Guangdong dan Fujian, tepatnya daerah Zhangzhou dan Quanzhou.
. Dari sumber Cina yang lain, dikatakan bahwa dua orang komandan tentara Mongol (dinasti
Yuan 1279 – 1368) yang bernama Shi Phi dan Kau Shing pada th. 1292 mendarat di Tuban dalam ekspedisinya ke Jawa (Franke, 1997:861)
Sekarang ini kota Tuban mempunyai dua buah kelenteng. Yang pertama adalah ‘Ciling Gong’ atau
dalam dialek Hokkian disebut sebagai “Tjoe Ling Kiong”. Papan nama yang dipasang didepan tempat
peribadatan tersebut adalah : “Tempat Ibadah Tridharma Tjoe Ling Kiong”, terletak di Jl. Sudirman
104 Tuban, disebelah Utara alun-alun Tuban yang sekarang. Yang kedua adalah Guansheng Miao atau
dalam dialek Hokkian disebut sebagai “Kwan Sing Bio”. Kelenteng ini terletak di Jl. Martadinata no.1.
Tuban.
, Kelenteng Tjoe Ling Kiong, Jl. P. Sudirman 104 ,Tuban
Di dalam kelenteng terdapat inskripasi tentang retorasi yang dilakukan pada th. 1850. Jadi diperkirakan kelenteng tersebut sudah ada jauh sebelum th. 1850.
Kelenteng Tjoe Ling Kiong atau sekarang sering disebut sebagai Tempat Ibadat Tridarma, dipersembahkan untuk Dewi Tianhou (.Tianhou atau Ma Zu atau Mak Co (Hokkian), juga dikenal
dengan sebutan Tian Shang Sheng Mu ( Mandarin) atau Thian Siang Sing Bo adalah dewi pelindung bagi pelaut asal Fujian (Hokkian) Tapi disamping altar utamanya juga terdapat patung dewa
lain yaitu Fude Zhengshen (Fude zhengshen adalah ‘dewa bumi dan kekayaan’) dan Jialia


Kelenteng Kwan Sing Bio27, JL. Martadinata No.1, Tuban
Orientasi dari kelenteng ini dihadapkan kearahlaut. Tempat ibadah ini dipersembahkan kepada dewa ‘Guandi’. Pada altar yang ada disampingnya juga diletakkan patung kedua pengikut Guandi yaitu
Guan Ping dan Zhou Cang. Kendaraan Guandi yang berupa kuda sakti juga dipuja disana. Ulang tahun
dari dewa ini dirayakan pada tanggal 24 bulan keenam pada sistim penanggalan Tionghoa. kelenteng tersebut didirikan pada th. 1773. Tapi inskripsi tertua yang terdapat di kelenteng tersebut berangka tahun 1871
 
  

Makam Sunan Bonang


Sunan Bonang adalah salah satu dari Sembilan wali penyebar agama Islam di Jawa.( Dalam sebuah bukunya, yang berjudul “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa Dan Timbulnya Negara -Negara Islam Di
Nusantara, Prof. Dr. Slamet Mulyana (2005:X) mengatakan bahwa: Bong Swie Hoo, yang datang ke Jawa tahun 1455- sama dengan Sunan Ampel. Bong Swie Hoo ini menikah dengan Ni Gede Manila yang merupakan anak dari Gan Eng Cu (mantan Kapitan China di Manila, yang dipindahkan ke Tuban sejak th.
1423). Dari perkawinan ini lahir Bonang yang kemudian dikenal dengan Sunan Bonang. Bonang diasuh oleh Sunan Ampel bersama dengan Giri yang kemudian dikenal sebagai Sunan Giri.
Pernyataan ini sampai sekarang masih merupakan sebuah pendapat yang kontroversial bagi kalangan sejarawan.
 Letak makamnya ada di kelurahan Kutorejo, sebelah Barat mesjid Agung Tuban. Sunan Bonang lahir pada th.1465, dan wafat pada umur 60 th. pada th. 1525, akhir keruntuhan kerajaan Majapahit. Pada masa
hidupnya ia menyebarkan agamanya disekitar Jepara, Lasem, Tuban dan Madura. Sehingga namanya
cukup dikenal di daerah pantai Utara Jawa. Pada hari ulang tahun kota Tuban dan hari besar Islam tertentu Makam Sunan Bonang selalu dipenuhi pesiarah dari berbagai penjuru. Makam Sunan Bonang menjadi salah satu elemen penting bagi kota Tuban. Sampai sekarang makam Sunan Bonang ini masih menjadi tempat yang penting bagi pesiarah Walisonggo yang sering diadakan pada waktu-waktu tertentu.
 

TEMUKAN PASANGAN MU, KLIK DISINI