Translate

Kamis, 11 Oktober 2012

Indonesia Penyelenggara Pilkada Terbanyak di Dunia



(helo tuban) Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan mengatakan, saat ini karakteristik demokrasi lokal di Indonesia diwarnai dengan pelaksanaan pilkada yang berlangsung sepanjang tahun, sehingga Indonesia muncul menjadi negara dengan penyelenggara pilkada terbanyak di dunia.
Hal itu diungkap Johermansyah dalam Focus Group Discussion bertema Menyoal Penyelengaraan Pilkada yang Berkaitan dengan Pemilu 2014 yang diselenggarakan Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta.
Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, dan Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa.
Menurut Johermansyah, Pilkada yang dilakukan secara langsung ternyata juga ditandai dengan mahalnya biaya pilkada yang membebani APBD dan bakal calon peserta, banyaknya waktu yang tersita untuk pelaksanaan pilkada, penyelesaian perkara hokum pasca pilkada yang berlarut-larut serta bertambahnya secara pesat jumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tersangkut persoalan hukum.
"Untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pilkada serta harmonis dengan pelaksanaan pemilu nasional, perlu diambil kebijakan pelaksanaan pilkada serentak. Bagaimana kelemahannya. Jika pelaksanaan pilkada diundur, maka diperlukan pejabat (PNS) untuk memimpin sementara sampai ada hasil pilkada. Kecuali, masa jabatan kepala daerahincumbent diperpanjang.
Kelemahan lain, kata dia, jika terjadi ekses pilkada seperti kerusuhan yang bersamaan di banyak daerah akan mengancam stabilitas nasional. Persoalan lain pengawasan jalannya pilkada relatif jauh lebih sulit.
"Apalagi bila berhadapan dengan sengketa hasil pilkada lantaran waktu penyelesaian sengketa singkat namun jumlah perkara yang masuk banyak," tegas dia.
Sedangkan Setya Novanto menyatakan, konsekuensi pilkada secara langsung adalah rakyat menjadi penentu siapa yang berhak memimpin daerahnya, kedaulatan tidak hanya menjadi milik elite, tapi benar-benar ditangan rakyat. Sedangkan konsekuensi lainnya adalah tingginya tingkat legitimasi kepada daerah yang terpilih, bahkan diperlukan persiapan yang panjang serta biaya yang tidak sedikit.
"Penyelenggara pilkada juga berpotensi menghadirkan konflik antarcalon juga tidak mudah dilokalisasi di tingkat elite, konflik berkembang ke level paling bawah yaitu antar pendukung calon dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan instabilitas sosial yang dapat memengaruhi stabilitas secara nasional," tegas dia.
Dia mencontohkan, beberapa kasus yang sempat mengemuka seperti terjadi di Kabupaten Tuban, Kota Waringin barat dan beberapa daerah lainnya yang mengakibatkan tersendatnya roda pemerintahan daerah dan berdampak pada kegiatan perekonomian masyarakat.
"Saya percaya, semua pihak pasti tidak menginginkan peristiwa seperti yang pernah terjadi di Tuban dan Kota Waringin tidak terulang kembali. Yang jelas, pelaksanaan pilkada secara langsung merupakan langkah maju dalam berdemokrasi," ujarnya.(sam )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEMUKAN PASANGAN MU, KLIK DISINI